Seperti yang ditunjukkan oleh laporan CFTC terbaru, futures dolar AS menunjukkan penurunan lebih lanjut dalam prospeknya. Selama minggu pelaporan, posisi short bersih pada USD meningkat sebesar $3,9 miliar, mencapai $14 miliar. Posisi terhadap euro hampir tidak berubah, sementara pada mata uang lainnya, tren untuk meninggalkan dolar terus berkembang.

Ada beberapa alasan di balik menurunnya minat terhadap dolar. Alasan yang paling jelas adalah ancaman perang dagang, yang akan mempengaruhi sebagian besar negara di seluruh dunia. Dalam konteks ini, ketidakpastian presiden AS dan metode mengejutkan dalam menangani masalah yang menumpuk tidak membantu meningkatkan kepercayaan.

Alasan kedua adalah ancaman resesi di Amerika Serikat. Imbal hasil obligasi jangka pendek mulai menyamai imbal hasil obligasi jangka panjang; obligasi Treasury tiga bulan sudah menyamai imbal hasil obligasi 10 tahun. Proses ini secara historis berakhir dengan resesi dalam rentang waktu 3 hingga 12 bulan. Meskipun pejabat AS meyakinkan pelaku pasar bahwa ancaman resesi dibesar-besarkan dan ekonomi AS lebih kuat dari sebelumnya, fakta menunjukkan sebaliknya. Model GDPNow dari Atlanta Fed memproyeksikan penurunan PDB sebesar 2,4% pada kuartal pertama — angka yang sangat serius.

Alasan ketiga, yang mungkin menjadi alasan utama, adalah ketidakpastian seputar tindakan masa depan Federal Reserve. Awalnya, kebijakan ekonomi baru Trump dinilai inflasioner, dan beberapa studi, khususnya dari New York Fed, menunjukkan peningkatan ekspektasi inflasi. Data dari University of Michigan bahkan menunjukkan peningkatan yang kuat.

Pada saat yang sama, imbal hasil TIPS (Treasury Inflation-Protected Securities) 5 tahun tidak mengalami kenaikan sejak Februari, melainkan menurun. Ini menandakan evaluasi yang berlawanan — konsumen mengharapkan inflasi meningkat, analis pasar memprediksi pertumbuhan inflasi, namun bisnis melihatnya menurun.

Ini adalah poin kritis — The Fed tidak dapat membiarkan situasi di mana pelaku pasar mulai meragukan kemampuannya untuk menjaga stabilitas harga. Namun, untuk merespons dengan tepat, perlu dipahami ke arah mana harga akan bergerak — naik atau turun. Berbagai studi memberikan hasil yang bertentangan, yang hanya menambah ketidakpastian dan keraguan. Di tengah situasi yang rumit ini, Trump menemukan alasan untuk mempertanyakan independensi The Fed, yang tidak dapat dianggap sebagai tanda stabilitas.

Pertemuan FOMC berikutnya akan berlangsung pada 6–7 Mei. Data baru mungkin akan memperjelas keadaan, dengan perhatian khusus tertuju pada dua laporan—prediksi pertama PDB untuk Q1, yang akan dirilis pada 30 April, dan laporan ketenagakerjaan pada 2 Mei. Bagaimanapun, harus diasumsikan bahwa skeptisisme terhadap dolar AS semakin meningkat, dan tidak ada tanda-tanda permintaan yang meningkat untuk mata uang tersebut.

Adapun pasar saham, perlu dicatat bahwa ekspektasi kami terhadap penjualan panik yang berkelanjutan tidak terwujud. Masih terlalu dini untuk berbicara tentang kembalinya ke jalur pertumbuhan. Kembalinya S&P 500 ke level 5500 adalah hasil dari jaminan Trump bahwa banyak negara "siap untuk membuat kesepakatan," yang berarti proses pemulangan fasilitas produksi ke tanah AS dapat berkembang, yang pada akhirnya akan mengarah pada aliran investasi.

Pada saat yang sama, penyelesaian masalah trading menurut skenario Trump masih jauh dari pasti. Selain itu, berakhirnya 90 hari tersebut bisa bertepatan dengan awal resesi, karena data pertama untuk kuartal kedua akan mulai muncul. Tidak sulit membayangkan bahwa sektor luar negeri akan mengurangi ketergantungannya pada AS di tengah prospek stagflasi yang diciptakan oleh kebijakan Trump, yang akan menyebabkan arus keluar modal dan penjualan dolar. Oleh karena itu, skenario penurunan lebih lanjut di pasar saham tetap menjadi yang utama untuk saat ini.